Senin, 15 November 2010

Sarabande, Mencari Cinta di Pulau Dewata

…akulah angin, yang rela dan siap tersesat karena cinta.
Itulah kutipan dalam buku kumpulan cerpen Sarabande karya Bre Redana. Buku ini sebenarnya terbit cukup lawas yakni tahun 2002. Dari 13 cerita yang ada di dalamnya, hampir semuanya berlatar belakang Bali. Meskipun ada yang tidak berlatar belakang Pulau Dewata, Bre Redana tetap memasukan kata Bali. Seperti dalam cerpen yang berjudul Ngantang. Begitu juga di cerita berjudul Pulang Kampung. Kata Bali hanya muncul sekali di cerita ini.
Membaca buku ini bisa membuat orang yang belum pernah ke Bali, akan bisa membayangkan kira-kira seperti apa pulau yang menjadi daerah wisata mahsyur ini. Karena, di bagian akhir buku teradapat peta pulau Bali dan sedikit deskripsi tentang daerah-daerah di Bali.
Settingnya pun tak melulu kawasan tenar seperti Sanur, Jimbaran, Ubud atau Kuta. Pembaca juga bisa tahu daerah Munduk, Negara, Lovina, Mas, Batubulan hingga Tegalsuci yang merupakan satu daerah dekat Kintamani. Oleh Bre Redana, Tegalsuci dilukiskan sebagai daerah yang hampir setiap saat selalu turun kabut.
Isi cerita dalam cerpen ini mayoritas tentang cinta, meski akhirnya selalu tak jelas. Di cerpen Nosferatu, sang pria yang diibaratkan sebagai Pangeran Kelalawar kemudian terlibat percintaan dengan seorang perempuan yang rela mempunyai anak darinya meski tak menikah. Namun di akhir cerita, Pangeran Kelalawar harus menghentikan impiannya mengejar seorang wanita yang dalam gambar bermata bening dan bibirnya menggigit ujung kacamata. Saya sangat terkesan dengan cerpen ini. Sehingga beberapa blog saya memakai nama nosferatu.
Tapi ada juga cerita yang tak berlatar belakang cinta. Pulang Kampung judulnya. Di sini dikisahkan ada seorang pria yang pulang ke kampung tempat tinggalnya ketika masih kecil. Sebenarnya dia sudah tak punya keluarga di kampung tersebut. Saat kecil, ia harus pindah karena bapaknya dianggap orang partai komunis saat zaman orde baru. Kemudian di Lovina Junction, Bre Redana berkisah tentang seorang pria yang selalu dikirimi kartu pos oleh seorang perempuan dari Lovina. Sebuah cerita yang berbau misteri.
Pengalaman Bre Redana sebagai wartawan sebuah harian besar dan ditugaskan di desk non berita membuatnya dengan pintar memasukan unsur kesenian di dalam ceritanya. Seperti di cerita Sarabande, ia bisa memadukan cerita dengan latar tarian Legong Keraton.
Moga ledang ngampurayang, tambet titiang tuhu jati, ngawi gending kirang langkung… (Mudah-mudahan suka memaafkan, kebodohanku yang amat sangat ini, mengarang nyanyian tak menentu…, Lovina Junction)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar